Di-PHP-In

Pernah mengalami diberi harapan palsu (lebih tenar dengan istilah PHP-pemberi harapan palsu) seperti seorang calan cawapres yang belum lama ini viral di dunia maya? Bagaimana rasanya?

Saya pernah mengalami kondisis seperti calon cawapres itu. (Tentu saja levelnya sangat jauh berbeda). Sebuah janji yang pasti (saat itu) berubah hanya dalam bebebrapa saat saja ketika bertemu dengan pemberi janji. Saat itu agenda yang kami sepakati adalah pemenuhan janji itu. Namun dengan seribu penyesalan, pemberi janji mementalkan janji itu.

Marah? Kecewa? Ya, tentu saja. Apalagi saat itu saya sudah mengkondisikan diri dan keluarga untuk beradaftasi dengan kedatangan janji itu. Bahkan sudah mencicil sebuah barang demi kelancaran saat janji itu terwujud.

Butuh waktu menyendiri berhari-hari untuk melupakan janji yang pergi tu. “Emang enak di PHP-in?. Suara mengejek itu selalu terngiang-ngiang.

Ketika kahirnya saya menyadari kekeliruan langkah saya itu, saya pun melihat dunia dengan sisi yang berbeda. Semua karena kekuatan kata yang selalu saya ajarkan ke anak-anak: maaf! Ya, kekuatan memaafkan.

Jauh-Jauh hari Martin Luther King, Jr sudah menyatakan bahwa kita harus mengembangkan dan mempertahankan kapasitas untuk memaafkan. Mereka yang tidak memiliki kekuatan untuk memaaafkan, tidak memiliki kekuatan cinta. Ada hal baik dalam hal terburuk dari hidup kita. Begitu pula sebaliknya, ada kejadian buruk dalam diri kita yang terbaik. Ketika kita bisa menemukan titik ini, kita akan susah untuk membenci musuh kita.

Kata kuncinya adalah maaf dan cinta, yang hadir sepaket. Masih ingat dengan pasangan Suroto dan Elizabeth yang memberi maaf kepada pembunuh anaknya, Ade Sara (umur 19 tahun saat itu), yang tak lain kekasih Ade Sara?

(Sumber: Intisari No 672. Bulan September 2018. Hal. 160)