Kadang saya tak langsungĀ pulang begituĀ keluar dari kantor. Tiba-tiba saja kayuhan sepeda berbelok dari jalur menuju pulang seperti di suatu senja yang baru saja lingsir, saya memutuskan mampir ke kantor teman di pusat bisnis Jakarta. ada beberapa teman berkantor di situ.
Saat memasuki ruangan kantor mereka, ada satu teman sudah siap-siap mau pulang. Di ruangan itu tinggal beberapa orang saja. Saya mendatangi teman yang mau pulang itu.
āDahĀ beres kerjaanā tanyaku basa basi.
āSudah dongā¦.hari yang memeleahkan. Saatnya pulangā¦..ā jawabannya sambil memanjangkan kata āpulangā dengan intonasi lagu Barcelon-nya Freedie Mercury dan Montserrat Cabballe.
āBerisik oiiiiā¦.ā teman yang satu di pojokkan berteriak.
Kami pun menuju arahnya. meja kerjanya masih berantakan pertanda pekerjaannya belum beres.
āAku harus lembur lagi nihā kata teman di pojokan ini. Bagi kami itu juga basa-basi. Soalnya teman yang satu ini memang jagonya lembur.
āapa kamu tidak kangen dengan istri dan anak-anakmu?ā tanya temenku yang siap-siap mau pulang tadi.
āHmmmā¦.bingung aku menjawabnya. Tapi entah mengapa aku merasa lebih nyaman berada disini. Ruangan ini sudah seperti rumahku.ākatanya sedikit lirih..
Sambil nyeloyor pergi, temanku yang mau pulang tadi terlihat berkomentarā āMenurutku, kamu bukan tidak ingin pulang. Kamu belum paham apa arti pulangā
(Sumber: Intisari No. 670 Bulan Juni 2018 Hal. 178)